JAKARTA, KABAR BENGGAWI – Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Landas Kontinen Muhammad Syafi’i menjelaskan pentingnya RUU Landas Kontinen untuk diperbarui agar dapat memperjelas status hukum dari undang-undang tersebut. Awalnya pengaturan muncul pertama kali melalui Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1973, di mana UU mengacu pada rujukan ketentuan konvensi jenewa pada tahun 1958.
Romo, sapaan akrab Syafi’i menambahkan, saat ini PBB sudah membuat konvensi baru yaitu United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) dan UU Nomor 17 tahun 1982. Indonesia dalam hal ini, sudah meratifikasi UU Nomor 17 tahun 1982, akan tetapi UU tersebut perlu diperbarui untuk mengamankan kepentingan nasional di laut, terutama berkaitan dengan sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dibutuhkan UU yang baru,” ungkap Romo usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Pansus RUU Landas Kontinen dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, jajaran Kodam, Pol Air, Universitas Sumatera Utara, Pertamina, Dinas Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perizinan Terpadu dan Lantamal, di Medan, Sumut, Selasa (8/6/2021). Ia menjelaskan, saat ini Indonesia diberi peluang dengan adanya pembaharuan UU Nomor 1 tahun 1973 menjadi RUU ini yang tertuju pada UNCLOS 1982.
“Semula kita hanya memiliki landas kontinen dengan ukuran horizontal dari batas terluar pulau 200 mil di atas permukaan laut, namun dengan kita mengacu (pada UNCLOS) 1982, kita bisa memilih 3 kemungkinan mana yang lebih menguntungkan. Tetap horizontal di atas permukaan laut, atau melihat sendimen ketebalan laut atau kedalaman isobat kedalaman laut di 2500 meter dan itu bisa lebih 200 mil, bisa lebih 350 mil dari batas terluar pulau kita dan ini lebih menguntungkan,” papar Romo.
Halaman : 1 2 Selanjutnya