Bukit TidarNasional

Tak Masuk RUU Inisiatif, Luluk Nur Hamidah Tak Menyerah Perjuangkan RUU TPKS

SENAYAN, KABAR BENGGAWI – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Luluk Nur Hamidah menegaskan tidak akan menyerah untuk memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) agar dapat menjadi RUU inisiatif DPR RI. Menurutnya, kepentingan apapun, seharusnya kepentingan korban itulah yang harus didahulukan dan diutamakan.

 

Para korban itu sudah cukup menjadi pertimbangan kita untuk bisa mengusahakan agar ini bisa menjadi RUU inisiatif DPR RI. “Perjalanan (pembahasan RUU) kan masih panjang, masa menjadikan ini RUU inisiatif saja kemudian kita harus menunggu begitu lama,” terang Luluk ketika ditemui Parlementaria, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/12/2021).

 

Tanpa mengesampingkan RUU lainnya, dirinya menilai seharusnya RUU TPKS ini dapat dilakukan pembahasannya seiring bersamaan dengan pembahasan RUU lainnya. Terlebih, kasus kekerasan seksual telah memakan korban hingga ratusan ribu dalam kasus yang dilaporkan. Ia menilai, kondisi saat ini sudah masuk dalam kategori darurat kekerasan seksual.

Baca juga :  MK tolak seluruh permohonan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin

 

“Apa enggak jadi pelajaran? Ada murid, santri yang kemudian hamil (karena diperkosa gurunya di pondok pesantren), yang tidak hanya satu jumlahnya, sekian banyak. Di tempat lain juga begitu. Belum lagi mahasiswa-mahasiswa, belum lagi anak anak, belum lagi kelompok rentan yang lain, penyandang disabilitas, termasuk juga di dunia kerja yang industri, juga di perkebunan,” urai politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

 

Lebih lanjut Luluk menjelaskan 50 persen perempuan penduduk di Indonesia juga butuh hak untuk rasa aman. Hal tersebut juga dikuatkan hasil survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Keluarga Indonesia. Dalam riset tersebut dikatakan satu dari tiga perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual. “Itu artinya setiap satu jam pasti ada korban kekerasan seksual dan ini harus diakhiri,” tegas Luluk.

 

Maka dari itu, menurut Anggota Komisi IV DPR RI tersebut, RUU TPKS harus dinaikkan levelnya. Bukan hanya sekadar urusan urusan ekonomi dan politik seperti yang dikritik banyak orang, tetapi ini soal hak pemenuhan konstitusional, hak asasi manusia, hingga hak-hak korban. Terlebih, para korban itu tidak semua punya sistem pertahanan atau mekanisme untuk memulihkan dengan cara yang terbaik.

Baca juga :  Prabowo : Terima Kasih Mahkamah Konstitusi

 

“Makanya kita butuhkan adanya undang-undang. Negara hadir untuk bisa membantu mendampingi, memulihkan korban, meskipun yang namanya trauma tidak akan pernah bisa mengembalikan kondisi yang sama seperti sebelum ia menjadi korban kekerasan seksual. Tetapi setidaknya, hadir negara,” terang Luluk.

 

Legislator dapil Jawa Tengah IV itu pun melihat, kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia layaknya gunung es. Kejadian tersebut bisa terjadi di manapun. Bahkan, bisa jadi dilakukan oleh orang terdekat dan dipercaya seperti guru agama dan keluarga. Di akhir, ia berpesan, untuk seluruh korban, keluarga, para pendamping, para pemerhati, serta siapa saja yang selama ini berjuang di isu TPKS.

Baca juga :  Prabowo : Terima Kasih Mahkamah Konstitusi

 

Dirinya dengan tegas, tidak akan menyerah dan akan menagih janji dari pimpinan yang menyampaikan bahwa RUU TPKS akan dimasukkan pada masa sidang berikutnya di awal tahun. (hal) “Secepat mungkin akan kita ingatkan lagi begitu  masuk sidang. Setelah Reses InsyaAllah saya akan bersuara lagi.  Sehingga memang ini harus menjadi gerakan bersama secara nasional dari seluruh elemen masyarakat. Kita kepung bareng-barenglah dari berbagai penjuru. Ini sudah darurat kekerasan seksual,” tutupnya.

 

Sebelumnya, RUU TPKS ini tidak masuk dalam RUU inisiatif dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang II. Menurut pengakuan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, hal itu disebabkan RUU-nya belum selesai dibahas di tingkat I pada masa Rapat Pimpinan (Rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus). Dasco menyampaikan akan segera dimasukkan dalam Rapim dan Bamus untuk dapat segera disahkan ke Rapat Paripurna pada pada masa sidang mendatang, setelah masa reses. (hal/sf)