JAKARTA, KABAR BENGGAWI – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai kebijakan Kampus Merdeka dianggap belum sepenuhnya menjawab masalah dunia pendidikan yang meliputi otomatisasi pembaharuan akreditasi, hak belajar tiga semester di luar prodi, otonomi pembukaan prodi baru pada PTN dan PTS serta kemudahan persyaratan menjadi PTN BH.
Dirinya mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk meninjau ulang makna Kampus Merdeka, terutama ketika dihadapkan dengan makna otonomi kampus sesuai UU Pendidikan Tinggi. Dimana, penerapan program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka membutuhkan perubahan paradigma dari sivitas akademika, sehingga tidak semua kampus dapat mengimplementasikan kebijakan ini.
“Kebijakan mekanisme pemberian beasiswa bagi mahasiswa dan dosen. Pengelolaan Pendidikan Vokasi di Perguruan Tinggi di masa pandemi. Serta kesesuaian kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka terhadap substansi otonomi perguruan tinggi dan Tridharma sesuai amanat UU No.12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi juga menjadi fokus diskusi hari ini,” urai Fikri di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/6/2021).
Dalam pertemuan dengan jajaran sivitas akademika Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), perwakilan BEM dan mahasiswa penerima beasiswa di Universitas Diponegoro (UNDIP), Fikri menjelaskan Kebijakan tersebut belum menjawab skema revitalisasi perguruan tinggi LPTK dan terkesan tidak sinergi dengan program Guru Penggerak.
Halaman : 1 2 Selanjutnya