Titik Balik Menuju Kewarasan Demokrasi
Oleh : Pahrudin Kadir
BANGGAI, KABAR BENGGAWI– Setelah solat subuh pagi ini ,tiba-tiba muncul perasaan suka menulis yah tulisan ini tidak lebih tulisan unek-unek saja yang barang tentu masih jauh dari objektif, beruntunganya Alhamdulillah pagi ini saya masih dalam keadaan Waras, walaupun ada sedikit risau mungkin perasaan ini yang mendorong saya untuk menulis tulisan pendek ini. Dengan yahh ditemani secangkir Kopi yang masih hangat, sama hangatnya dengan iklim politik 2024 di Daerah kita ini, walaupun masih agag lama tapi rasa-rasanya Besok kita sudah akan ada dibilik suara.. Hehehe. Hanya saya tida heran, karena memang Ruang demokrasi di buat untuk orang bertengkar biar bisa hangat.
Dalam rangka menjalankan mandate Reformasi 1998, di tahun depan kita akan disuguhkan sesuatu yang bisa bikin suhu tubuh jadi naik, sama seperti kopi hangat yang lagi saya nikmati ini. yaitu pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD, serta Pilkada serentak, dalam prakteknya pemilu serentak kali ini tidak berbeda jauh dengan hajatan politik tahun-tahun sebelumnya.hanya jika kita mengaktifkan kembali ingatan kita pada proses Pemilu di periode sebelumnya tahun 2019, tentu kita akan mendapati situasi kekacauan yang hamper tidak terkendali,gempuran black campaign di media social, dan informasi sesat ditengah perbincangan masyarakat dalam berelasi sosialnya membuat dinding Pluralisme yang kokoh itu hamper ambruk.situasi nasional pasca pemilu periode kemarin adalah pelajaran penting bagi pendewasaan demokrasi kita.
Khusus kita di Kabupaten Banggai Laut juga akan disuguhkan kopi hangat yang sama, ada tiga setidaknya perhelatan Politik yang akan di laksanakan yaitu Pilkades di dalam tahun 2023 ini, DPRD kabupaten dan Pilkada di tahun 2024 nanti.mementum ini harus kita maknai bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban dari mandate Reformasi yang tersebut di atas, tapi harus di maknai juga sebagai jalan setapak yang licin menuju kewarasan pikiran,getok-gentokan yang tidak substansi di semua ruang buplik semestinya sudah diganti dengan isyu yang lebih modern yaitu pertengkaran tentang gagasan kerakyatan, karena hanya dengan mempertengkarkan gagasan kerayaktan itulah, kita bisah menemui substansinya praktek demokrasi kita ,yaitu perubahan bagi nasib Voters, seperti yang di sampaikan oleh Pramoedya ananta Toer seorang Sejarawan sekaligus sastrawan Indonesia tentang demokrasi dalam bukunya saya ingin lihat semua ini berakhir (2008) bahwa “Perkembangan yang ideal akan tercapai melalui demokrasi. Tak ada jalan lain dari pada yang memungkinkan setiap manusia untuk menggunakan hak-haknya”.
Dimana Tempat Masyarakat Desa Di Tengah Eoforia ?
Antusiasnya melibatkan diri dalam perhelatan politik oleh masyarakat Desa adalah salah satu alasan yang menjadikan pesta kopi hangat itu menjadi ramai, bukan tanpa alasan keterlibatan langsung masyarakat dalam proses tersebut adalah semata-mata untuk merajut harapan perbaikan pada hajat hidupnya, sekalipun memang di lapangan kita sering temui bahwa praktek many politic juga menjadi fariabel terhadap antusiasnya masyarakat. Kalau kita mengklasifikasikan masyarakat desa dari segi mata pencaharian, maka rata-rata masyarakat desa yang ada di kabupaten banggai laut adalah Petani dan Nelayan, serta kaum mama adalah profesi yang paling mendominasi di pedesaan. Artinya selain kelompok anak muda tiga profesi ini adalah yang peling banyak berkontribusi terhadap suksesi pemilu. Sudah ketiga kalinya kalau dihitung dengan pasca hajatan politik 2024 nanti, kaum nelayan,Petani, dan kaum mama terlibat dalam hajatan kopi panas ini, namun anehnya kita nyaris tidak melihat perkembangan yang signifikan terhadap keluesan seoarang Nelayan,Petani,dan kaum mama dalam rangka mengakses kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan Pendidikan dan Kesehatan, bagi anak dan keluarga mereka.dimana-mana kita masih melihat masyarakat desa kesulitan mengakses kualitas pendidikan, dan kualitas kesehatan yang baik karna ketidak mampuan ekonomi. Belum lagi kita bicara tentang kenyataan lapangan, soal anak muda yang kurang terfasilitasi dengan baik hinggah terpaksa harus keluar desa untuk mencari pekerjaan, apakah untuk modal kawin, atau membantu ekonomi keluarga.
Halaman : 1 2 Selanjutnya