Oleh : Nomo
Sosial media sudah bukan lagi barang baru saat ini, bukan lagi hal istimewa jika memiliki akun sosial media, lebih-lebih lagi akun facebook, apalagi akun facebook saat ini sangat digemari oleh kalangan uzur bapak-bapak dan ibu-ibu kaum sosialita yang dulu di zamannya tidak ada facebook.
Akunnya pun di hiasi dengan foto dan status-status sok bijak hingga saling sindir antar status yang bahkan dirinya tak sadar statusnya itu menggambarkan isi otaknya Adabnya sampai mana. Tujuannya ya pencitraan agar terlihat berintelek dan merasa paling baik dari orang lain, merasa paling bisa mengatur dan memajukan daerah ini atau bisa jadi mereka bisa menentukan siapa yang paling pantas menjadi pemimpin.
Akun-akun facebook bahkan tak sampai disitu saja, saat musim pilkada, akun facebook palsu banyak bermunculan bak jamur di musim hujan, mereka muncul dengan nama yang bermacam-macam, akun-akun ini mulai membuat opini bacotnya melalui status, mulai dari isu sosial, SARA yang ada di masyarakat hingga fitnah sana-sini, ahh!! bodo amat sama Adab berpolitik yang penting status teroosss agar menjatuhkan kubu lawan..
Apakah akun-akun itu sedang kerasukan setan?
tapi apakah setan itu ada?
Ada wacana bahwa setan itu “minal jinnati wannas” : diproduksi oleh jin dan manusia. Ahh… sudahlah menulis manifestasi setan-setanan itu lain kali saja.
Percaya atau tidak akun palsu yang banyak bacotnya itu, adalah sifat asli dari pemiliknya. Saya kasih contoh seperti ini, akun tersebut merasa identitas aslinya tersebunyi, maka dirinya bebas asal nyorocos sana nyorocos sini. Seperti dilansir dari mojok.co. “Kenapa mereka nggak komen aja pake akun pribadi yang asli? Jawabannya ya karena khawatir citra diri bakal tercoreng karena memamerkan aksi bacot. Makanya, benar bahwa akun asli media sosial justru adalah kepalsuan si pemilik akun, sementara akun palsunya adalah keaslian dari si pemilik. Bedebahnya, mereka nggak berani nunjukin diri mereka secara terang-terangan.”
Maklum daerah ini masih perlu banyak belajar tentang adab berpolitik yang baik. Ehh tunggu dulu!! Bicara adab politik saya bukan orang yang paham adab berpolitik jadi tidak bisa menulis itu, bapak-ibu lahkan yang paling tau, saya hanya punya ilmu ala kadarnya dan penganut kepercayaan Gus Dur kalo “Yang penting dari politik adalah kemanusiaan”.
Lanjut artikel dari mojok seperti ini. “Sungguh menyayangkan penggunaan akun fake untuk melempar opini liar itu. Mending tampakkan diri secara langsung, beropini dengan tegas dan lantang, biar semua orang tau siapa orang yang beropini itu. Kalo mau mbacot, ya sekalian yang lantang dong. Kalo mau adu argumen, ya yang jantan dan tunjukin muka dong.”
Halaman : 1 2 Selanjutnya