Agriculture Lokal mengahadapi Krisis Pangan
Oleh : Hendri Alfred Dano
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wabah Covid-19 atau yang dikenal dengan virus Corona semakin meluas hingga ke pelosok tanah air. Dampak besar yang ditimbulkan bukan hanya jumlah orang yang terpapar virus pandemi tersebut melainkan efek yang terjadi seperti ketersediaan pasokan logistik untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, akibat dari kebijakan dan himbauan pembatasan sosial berskala besar. Ketersediaan sembako dan kebutuhan pokok yang terbatas berdampak pada lonjakan kenaikan harga bahan pokok.
Belum lagi panic buying yang dilakukan oleh segelintir masyarakat sehingga terjadi kelangkaan pasokan logistik di pasar. Tak bisa dipungkiri bahwasannya kondisi demikian tak bisa diantisipasi dini oleh para stakeholder. Ditengah situasi demikian diperlukan rencana strategis yang tidak hanya persoalan isi perut belaka melainkan program ketahanan pangan demi kelangsungan hidup dan persediaan bahan pokok jika terjadi krisis bahan makanan pokok di pasar.
Dikutip dalam laman berita CNBC Indonesia, (14/04/2020) Organisasi PBB Food and Agriculture Organization (FAO) telah memperingatkan pandemi Covid-19 bisa memicu krisis pangan secara global. Peringatan tersebut direspon langsung oleh Pemerintah Pusat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pesan khusus kepada Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengingatkan kepada para Kepala Daerah untuk menjaga ketersediaan bahan pokok dan pangan. Hal tersebut bertujuan untuk bisa memastikan tidak terjadi kelangkaan bahan pokok dan harga yang masih terjangkau.
Belajar dari hal tersebut bila dicermati kebelakang, setiap daerah di Indonesia memiliki agriculture yang rekat dan berbasis dengan nilai-nilai kearifan lokal. Banggai salah satunya merupakan salah satu daerah yang dikenal dengan penghasilan tanaman jenis umbi-umbian, sebagai contoh masyarakat lokal menyebutnya dengan nama Ubi Banggai memiliki nama Latin Dioscorea, jenis ubi lainnya seperti kasubi (singkong), batata (ubi jalar), bete (keladi) dan juga ndolongun (jenis ubi hutan). Masyarakat lokal biasanya mengolah dengan cara direbus, digoreng, dijadikan tepung dan ada juga yang diolah sebagai makanan tradisional seperti payot.
Dewasa ini, agriculture berbasis kearifan lokal di Banggai sudah jarang ditemui, jika ada hanya sebagian kecil masyarakat lokal yang masih mempertahankan sistem pertanian tradisional. Sistem agriculture yang berbasis kearifan lokal di Banggai merupakan salah satu bentuk ketahanan dalam menghadapi krisis pangan kedepannya. Jaminan ketersediaan pangan di Banggai Laut tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada dorongan dari Pemerintah sebagai alat kekuasaan negara yang menjalankan kekuasaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KRISIS PANGAN
Halaman : 1 2 Selanjutnya