Perempuan Penyapu Halaman [6]

Avatar

- Jurnalis

Jumat, 19 Maret 2021 - 20:39 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Pepih Nugraha

Dangau. Ke sanalah satu-satunya tujuan Hamdani membawa pengantin perempuan setelah terusir dari rumah orangtuanya maupun orangtua sofiah. Dangau yang pada lima tahun lalu menyimpan kisah dahsyat di antara mereka berdua, kala hujan lebat dan petir yang menggelegar di langit kelam memerangkap mereka dalam sebuah hasrat tak terduga. 

 

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dangau berupa bangunan sederhana terbuat dari kombinasi kayu, bambu dan daun kelapa kering itu masih kokoh, kecuali atapnya. Pada beberapa bagian daun kelapa kering itu sudah rontok berguguran termakan usia, meninggalkan lubang cukup besar sehingga pada malam hari bisa menerawang bintang di langit. Itu kalau cuaca bagus, tetapi kalau hujan deras sudah pasti air langsung masuk mengguyur.

 

Hamdani bersyukur, saat tiba di dangau menjelang petang, Haji Ahyar yang dikenal sebagai pemilik tanah luas di desa itu, masih belum pulang karena belum tuntas memasang orang-orangan untuk mencegah kawanan celeng tidak menggerogoti tanaman ubi jalarnya. 

 

Hamdani mengutarakan niatnya, meminta izin untuk menempati dangau itu.

 

“Ya, kudengar kau telah mengawini anak Tosari itu tadi siang,” katanya, “anak perempuan yang kudengar sering menyapu halaman rumah jelang dinihari, bukan?”

 

Hamdani mengangguk, tetapi kata putus dari Haji Ahyar belum ia terima. “Benar, Uwa,” katanya memanggil sebutan ‘Uwa’ untuk lelaki yang siap-siap pulang ke rumahnya itu. “Saya mohon izin untuk bernaung di dangau Uwa, semoga tidak keberatan.”

 

“Kau tidak bawa istrimu ke rumah orangtuamu atau rumah Tosari, barangkali?” tanya Haji Ahyar siap-siap melangkah pulang.

 

“Kedua orangtua -Emak terutama dan Pak Tosari- tidak sudi kami berdua tinggal di rumah masing-masing, mungkin malu karena Sofiah sakit ingatan, Uwa.”

 

Hening sejenak. Di langit yang sudah berwarna jingga tua beberapa ekor kalong terlambat pulang. Haji Ahyar mengeluarkan sebatang keretek dan menggamitnya di antara bibir, lalu menyalakannya menggunakan korek api. 

 

“Kalau begitu,” katanya kemudian, “manfaatkan sajalah dangau ini, Hamdan, jika itu permintaanmu.” 

 

“Terima kasih, Uwa!”

 

“Lagi pula kau nanti bisa sesekali menengok tanaman ubi jalarku,” katanya. “Kawanan celeng brengsek itu kerap menggangsir tanah mencuri ubi jalarku yang masih muda. Nanti kau kuijinkan mengambil ubi jalar atau singkong untuk makan kalian seperlunya sebagai upahmu. Ambillah korek api ini, mana tahu kau memerlukannya.”

 

Hamdani nyaris menubruk kaki lelaki tua di hadapannya, bersujud, saking berterima kasih atas kerelaannya menggunakan dangau yang baginya sangat bersejarah itu. “Dengan apa saya membalas kebaikan hatimu, Uwa?”

 

“Ah sudahlah, aku pamit, ya!”

 

Hamdani masih menyaksikan punggung lelaki berumur itu menuruni jalan setapak ke arah sungai berair deras. 

 

Meski badan sungai tidak terlalu lebar, tetapi aliran airnya lumayan menghanyutkan. Mungkin karena dekat dengan air terjun beberapa puluh meter ke arah hulu, laju arus air sungai berair jernih itu cukup kencang. Hanya bebatuan hitam yang banyak teronggok di badan dan tepian sungai itulah yang membuat aliran sungai sedikit tertahan. 

 

Orkestra alam di tempat itu tidak lain desau angin menimpa dedaunan, gesekan bambu aur yang tertiup pawana serta terutama irama air terjun yang terdengar setiap saat. Bahkan suara burung hantu yang sedang berkasih-kasihan di puncak cemara pada malam hari pun menjadi penambah indahnya irama alam.

 

Tidak ada jembatan bambu atau sejenisnya untuk menyeberang sungai, cukup dengan meniti beberapa batu, yang membuat tempat di mana dangau berada menjadi terisolir. Menyendiri. Tetapi, Haji Ahyar biasa melewatinya dengan cekatan, meski tidak setiap hari. Paling tidak seminggu sekali ia akan memeriksa padi huma dan tanaman singkong serta ubi jalarnya. 

 

Follow WhatsApp Channel www.kabarbenggawi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Rekomendasi untuk Anda

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”
Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut
Candu Jawaban | CERPEN
Manifestasi Rindu | Puisi
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [19]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [18]
CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [17]
Berita ini 0 kali dibaca

Rekomendasi untuk Anda

Rabu, 11 Oktober 2023 - 17:46 WITA

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”

Kamis, 17 Agustus 2023 - 11:51 WITA

Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut

Kamis, 15 September 2022 - 10:47 WITA

Candu Jawaban | CERPEN

Rabu, 14 September 2022 - 21:30 WITA

Manifestasi Rindu | Puisi

Rabu, 7 April 2021 - 22:00 WITA

CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]

Berita Terbaru