Oleh: Pepih Nugraha
INI hari pasar. Entah kenapa setiap kali ia membawa sarang lebah berisi madu asli di dalamnya, dagangan Hamdani selalu ludes terjual. Bahkan suatu waktu, sebelum sampai gerbang pasarpun, sarang lebah yang ia tumpuk di ember kaleng habis terjual dalam waktu singkat.
“Kurasa berkat Sofiahmu itulah daganganmu lekas habis,” kata Mutoyib pedagang sandal jepit. “Syukurlah, aku ikut senang.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sungguh Sofiah membawa keberuntungan buatmu, Hamdan,” kata Mufrodah, pedagang jilbab dan kerudung.
Hamdani terkadang terpaksa mengunyah pendapat para pedagang yang makin lama makin dikenalnya itu. Bisa benar, bisa juga salah. Meski ia hanya seminggu sekali ke pasar untuk berjualan apa saja hasil hutan, pedagang lain cepat mengenalnya, terutama karena ia selalu bersama Sofiah. Kebetulan sekarang sedang musim lebah madu, sesekali ia berjualan rebung segar hasil pencariannya di gerumbulan bambu.
“Apakah cepat terjualnya daganganku didorong oleh rasa iba kepada Sofiah atau pembeli sekadar memberi selayang penghargaan atas pengorbananku mengurus perempuan sakit ingatan,” gumam Hamdani suatu ketika.
Galibnya, sakit ingatan Sofiah adalah urusan dinas sosial. Pun pejabat dinas sosial, paling tidak camat, mengetahui keberadaan pasangan Hamdani-Sofiah yang seminggu sekali berdagang di pasar itu. Tetapi, sejauh ini tidak ada perhatian mereka sama sekali.
Bahkan ada anggapan, keberadaan orang yang menderita sakit jiwa mempermalukan kepala desa atau camat, karenanya data di statistik penduduk harus dihapus. Orang sakit ingatan dianggap benalu.
Alhasil, orang-orang pasar sebatas menaruh belas kasihan begitu saja tanpa ada yang berinisiatif mengusulkan kepada aparat pemerintah agar memperhatikan kesehatan jiwa salah satu penduduknya itu. Terlebih lagi saat mereka mengetahui latar belakang Sofiah yang berasal dari dunia hitam.
Di sisi lain, Hamdani ingin menjalani kehidupan normal sebagaimana layaknya kepala keluarga yang bertanggung jawab kepada Sofiah, yang secara adat dianggap sebagai isterinya. Negara belum menganggap sah perkawinan Hamdan-Sofiah karena undang-undang menyatakan pernikahan hanya dilakukan oleh pasangan yang waras. Tetapi, itu tidak menghalangi Hamdani malakoni kehidupan sehari-harinya, ia ikhlas menjalaninya.
Satu hal yang berbeda dengan sebelumnya, secara ekonomi Hamdani selalu punya tabungan karena musim lebah madu belum akan berakhir, sehingga memungkinkannya menjual madu lebih banyak lagi, yang penting ada kemauan. Demikian pula dengan rebung yang lebih mudah didapat, tetapi dengan harga yang relatif murah. Berbeda dengan madu yang jika membawa seember saja sudah menghasilkan ratusan ribu rupiah.
Hamdani tidak paham mengapa penduduk desa Malausma saat ini tergila-gila kepada madu asli, bahkan orang-orang dari luar desa dan luar kacamatan menanti kedatangan madunya.
Uniknya, tidak ada seorang pun penduduk yang mengambil dan mencari sarang lebah yang di hutan cukup banyak bertebaran, hanya tinggal mengandalkan keberanian saja memperlakukan ratu lebah dan para pekerjanya tidak marah saat madu mereka diambil.
Kecuali Kusnadi, bekas pedagang yang diam-diam menguntit di mana Hamdani berburu sarang lebah. Ia pedagang gagal karena selalu kehabisan modal.
Karena hasil penjualan madu hari ini cukup berlimpah, seusai membeli barang keperluan yang ia butuhkan, Hamdani berencana mengunjungi rumah orangtuanya, pasangan Sopandi dan Sumiati. Sudah berbilang lima purnama ia tidak bersua emaknya, bagaimanapun ada kerinduan yang menekannya.
Jika mengingat masa lalu, benar bahwa ia telah diusir saat membawa Sopiah ke rumahnya, khususnya oleh Sumiati, tetapi itu tak menyurutkan langkah Hamdani menemui emak-bapaknya. Tak ada dendam, meski perlakuan yang ia terima dari ibu kandungnya sendiri sangat menyakitkan.
Dengan uang lima ratus ribu rupiah di tangan seusai menyisihkan sebagian kecil untuk cadangan, ia pikir bisa diberikan sebagai oleh-oleh untuk emaknya itu.
Maka siang sehabis menjual seluruh sarang lebah madunya, Hamdani mengajak Sofiah bertandang ke rumah orangtuanya. Sengaja sebelum berangkat tadi, ia memilih pakaian terbagus buat Sofiah yang akan bertemu mertuanya berupa baju kebaya berbahan brokat dan kain sidamukti.
Rumah pasangan Sumiati-Sopandi sejatinya tidak terlalu jauh dari pasar, hanya saja karena tidak sejurusan dengan rute yang biasa Hamdani tempuh sehabis menjual dagangannya di pasar, maka rumah mereka tak terpenah terlewati.
Sebenarnya tersirat niat untuk menemui Sumiati, emak yang telah mengusirnya, tetapi Hamdani selalu mengurungkan niatnya semata-mata karena tidak ingin membangkitkan kemarahan emaknya saja. Anehnya, siang ini Hamdani bertekad mengajak Sofiah menemui orangtuanya itu.
Halaman : 1 2 Selanjutnya