CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [16]

- Jurnalis

Sabtu, 3 April 2021 - 16:16 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Pepih Nugraha

HARI berganti seperti ulat menjadi kupu-kupu, terasa lambat tetapi pasti terjadi. Dangau itu tetap saja seperti dangau ketika lima tahun lalu Hamdani dan Sofiah berteduh dari sengatan hujan.

Bahwa ada sedikit perubahan, itu karena Hamdani sudah menambahkan dinding dari belahan bambu hitam sehingga tidak terlalu mencolok jika terlihat dari luar. Tentu saja atas seizin Haji Ahyar.

Dari sisi penghidupan, kini Hamdani tidak lagi mengandalkan pemberian Haji Ahyar berupa upah menjaga kebun ubi jalar dan singkong, ia sudah mampu memanfaatkan kekayaan alam yang ada di lingkungan sekitarnya.

Pada hari-hari tertentu ketika sedang musimnya, Hamdani mengajak Sofiah pergi ke hutan untuk berburu sarang lebah yang rongga-rongganya penuh madu hutan itu. Dengan madu alam inilah yang Hamdani jual ke pasar, hanya menaruhnya di ember kaleng. Ada saja peminatnya, khususnya orang yang tahu khasiat madu sebagai obat segala obat.

Kawanan lebah yang Hamdani buru itu bersarang di pohon yang sangat tinggi. Tentu ia harus hati-hati saat mengambilnya, terlebih tatkala harus meninggalkan Sofiah di bawah pohon, menanti sarang lebah selesai diambil tanpa kemarahan sang ratu lebah dan pengikutnya.

Selagi berada di ketinggian, sesungguhnya Hamdani agak sulit berkonsentrasi. Ia khawatir Sofiah yang sedang menunggu di bawah tiba-tiba lari atau melarikan diri sehingga ia akan kesulitan mengejarnya. Apalagi kalau itu terjadi saat Hamdani mengambil sarang lebah dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan kemarahan kawanan serangga penghasil madu itu. Tidak mungkin pula ia mengikat Sofiah ke batang pohon, sebab kesannya seperti menambatkan hewan.

Pernah suatu waktu saat Hamdani sedang berada di ketinggian sebuah pohon dan tengah mengambil sarang lebah, terlihat oleh ekor matanya di bawah Sofiah menjerit dan berlari ke arah hutan yang lebih dalam. Tanpa memikirkan sarang lebah yang sudah berhasil dipegangnya, Hamdani lekas-lekas turun dengan keterampilan seekor monyet.

Sesungguhnya, turun saja sudah menghabiskan energi yang luar biasa besar saat sudah mendarat di tanah, ia harus langsung berlari ke arah tadi Sofiah melarikan diri.

“Teh Sofi….!!” teriaknya sambil berlari. Sedangkan yang ia kejar sudah tidak nampak di depan mata. Hening. Kembali Hamdani berteriak memanggil namanya sambil terus berlari mencari Sofiah. “Teh… di mana kamu, Teh Sofi!?”

Sesayup sampai ia mendengar suara Sofiah, tetapi itu terdengar dari kejauhan, yang berarti jarak yang memisahkan antara dirinya dengan Sofiah sudah sangat lebar. Hamdani tidak menyangka Sofiah mampu berlari secepat kijang. Ia harus mengerahkan seluruh kemampuan berlarinya agar bisa lebih mendekat Sofiah.

“Teh Sofiiii….!!!” Hamdani berteriak lagi seperti Tarzan dengan menangkupkan sepuluh jemari tangan di sekeliling bibirnya, membentuk pelantang agar suara yang dihasilkan lebih keras. Gema di hutan itu terdengar seperti bersahutan, tetapi suaranya tidak berjawab.

Hamdani lupa, jangankan di hutan seperti ini, di dangau itu saja Sofiah tidak pernah merespons pertanyaannya, seolah-olah tidak memahami apa yang Hamdani tanyakan. Ini sesungguhnya yang memukul batinnya saat melihat dan merasakan sendiri, ternyata belum ada perubahan berarti pada diri Sofiah.

Di hutan ini Hamdani kehilangan jejak.

Ada dua kemungkinan; Sofiah sengaja bersembunyi di semak-semak atau di balik pepohonan, kemungkinan kedua dia memang semakin lari menjauh. Jika dua kemungkinan itu yang terjadi, maka akan sama sulitnya bagi Hamdani untuk menemukan Sofiah, ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Namun demikian, Hamdani tidak mudah berpatah arang, ia terus berteriak memanggil nama Sofiah. Nihil.

Semakin berlari menerabas hutan, semakin tipis harapan untuk dapat menemukan Sofiah, sebab jalan setapak yang pada musim kering terlihat jejaknya, pada musim penghujan sudah tertutup lagi rumput dan perdu liar yang tumbuh pesat.

Pada saat Hamdani dikuasai kebingungan karena tidak tahu lagi harus berbuat apa, ia kaget luar biasa ketika seseorang menutup kedua matanya dari belakang, seolah-olah ia sedang terlibat dalam permainan petak-umpet yang dulu biasa dimainkan semasa kanak-kanak.

Secara refleks Hamdani memegang dua tangan yang menutupi matanya dan berusaha melepaskannya. Berhasil. Saat ia berpaling membalikkan badan, Sofiah sudah berdiri dengan tawanya yang berderai-derai memecah keheningan hutan.

“Teh Sofi…!?” kata Hamdani dengan perasaan yang masih dikuasai antara kesal, marah, jengkel, heran, bingung dan seribu macam perasaan lainnya, berkelindan dalam waktu bersamaan dalam pikirannya. “Teganya kamu ngerjain aku, Teh!”

Follow WhatsApp Channel www.kabarbenggawi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Rekomendasi untuk Anda

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”
Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut
Candu Jawaban | CERPEN
Manifestasi Rindu | Puisi
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [19]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [18]
CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [17]
Berita ini 7 kali dibaca

Rekomendasi untuk Anda

Rabu, 11 Oktober 2023 - 17:46 WITA

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”

Kamis, 17 Agustus 2023 - 11:51 WITA

Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut

Kamis, 15 September 2022 - 10:47 WITA

Candu Jawaban | CERPEN

Rabu, 14 September 2022 - 21:30 WITA

Manifestasi Rindu | Puisi

Rabu, 7 April 2021 - 22:00 WITA

CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]

Berita Terbaru

Advertorial

Bupati Sofyan Kukuhkan Empat Orang TPPD

Rabu, 8 Jan 2025 - 11:38 WITA