CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [18]

Avatar

- Jurnalis

Selasa, 6 April 2021 - 10:38 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Pepih Nugraha

JARAK yang memisahkan antara Hamdani dengan rumah orangtuanya, Sopandi dan Sumiati tinggal sepelemparan batu saja. Ada keraguan yang menekan diri Hamdani sesaat melihat rumah panggung yang sebagian bangunannya terhalang gerumbul pohon nangka di sekelilingnya.

Terbersit niatan untuk berbalik arah. Tetapi ketika ia merogoh saku dan mengeluarkan lima lembar rupiah berwarna merah, terbayang kembali niat bakti seorang anak kepada emaknya. Bagaimanapun perangai emaknya, emak tetaplah emak.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keyakinan itulah yang membuat Hamdani meneruskan langkahnya. Kini ia tidak lagi menuntun Sofiah, melainkan mengiringinya dari belakang, sedangkan Sofiah sesekali berjoget dangdut koplo kesukaannya di depan, kebiasaan yang belum hilang dan tak pernah Hamdani harapkan.

Berpuluh-puluh pasang mata melirik pasangan itu seolah-olah tanpa berkedip, seperti tidak ingin melewatkan peristiwan yang akan terjadi kemudian.

Bagaimanapun, Hamdani adalah pemuda yang dikenal suka bergaul, sehingga mudah dikenal para tetangganya meski ia telah menghilang berbilang purnama. Maka saat ia melakukan perbuatan yang mereka anggap di luar nalar warga desa pada umumnya, tatapan mereka pun langsung mengarah padanya.

“Teruslah jalan, Teh Sofi, sebentar lagi,” bujuk Hamdani saat Sofiah terlihat kecapekan dan menghentikan langkahnya. Dadanya turun-naik, terengah-engah, pertanda kehabisan tenaga. “Nah, itu rumah emak sudah terlihat!”

Akan tetapi, Sofiah bergeming. Kedua kakinya seolah-olah terpaku di tanah kering. Kali ini bola matanya menatap Hamdani di sampingnya, seperti meminta pendapat. Hamdani menangkapnya sebagai keraguan.

“Ayolah, jangan takut, Teh…. Emak tidak sekejam dulu saat mengusir kita berdua,” Hamdani menenangkan. Sofiah tetap terdiam. Ia kemudian menuntun Sofiah ke pinggir jalan, di bawah pohon sukun yang tumbuh sembarang di situ.

Sesaat kemudian ia mengeluarkan botol minuman berisi teh pahit dan memberikannya kepada Sofiah. Perempuan itu menolak, menepis keras botol minuman plastik itu sampai jatuh. Hamdani memungutnya. Apakah aku harus mengurungkan niatku menemui emak, batinnya melihat perubahan Sofiah yang tiba-tiba.

Hamdani percaya, perubahan sikap Sofiah yang tiba-tiba itu merupakan komunikasi batin antara dirinya dengan Sofiah sebagaimana yang ia lakukan selama ini. Tentu ini bukan yang pertama, tetapi Hamdani berusaha memahami dan mengerti apa yang dikehendaki Sofiah entah itu melalui tatapan, gerutuan, erangan, bahkan ringkikkan tawanya.

Belajar dari kenyataan, pada akhirnya berkomunikasi, menyampaikan pesan atau berusaha memahami pikiran dan perasaan Sofiah adalah pekerjaan yang harus ia lakoni dalam kehidupan sehari-hari di dangau itu, saat menemani Sofiah tanpa batas waktu pasti kapan semua ini akan berakhir. Jelas itu tidak mudah, pekerjaan yang memerlukan tenaga, pikiran bahkan perasaan.

Bahkan, berusaha memahami perasaan masing-masing antar orang waras melalui ucapan ataupun tindakan pun bukan perkara mudah, sering salah kira dan salah mengerti yang berbuah pertengkaran. Bisa dibayangkan, Sofiah adalah perempuan yang sakit ingatan, yang dalam keyakinan Hamdani dapat terobati dengan cara apapun, termasuk cara yang dilakukannya selama ini. Ia paham, Sofiah bukan sakit ingatan karena bawaan, melainkan karena adanya sebab yang mengakibatkan jiwanya terguncang.

Hamdani tidak ingin menelusur atau menyalahkan sebabnya itu, melainkan ia sedang menghadapi akibatnya yang dahsyat. Ia terlibat dalam akibatnya sedemikian jauh, yaitu kenyataan bahwa Sofiah menderita sakit ingatan. Ia sudah mendapatkan kenyataan itu sejak pertama Sofiah sering menyapu halaman di tengah malam, jelang dinihari. Dalam keyakinannya, Sofiah bisa sembuh kembali.

Untuk itulah, Hamdani berusaha memahami apa yang Sofiah pikirkan –kalau memang ia masih punya pikiran- dalam berbagai tindakan yang berulang-ulang maupun datang secara tiba-tiba. Bagi Hamdani, mogoknya langkah Sofiah untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah orangtuanya itu suatu pesan yang disampaikan Sofiah dalam bentuk tindakan, tanpa kata-kata. Prilaku ini datang secara tiba-tiba.

“Lihatlah, Teh Sofi, itu rumah emak-bapak, aku yakin mereka akan menerima kita sekarang, apalagi kalau melihat kamu sudah membaik. Ayolah jalan sedikit lagi!” bujuk Hamdani.

Follow WhatsApp Channel www.kabarbenggawi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Rekomendasi untuk Anda

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”
Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut
Candu Jawaban | CERPEN
Manifestasi Rindu | Puisi
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [19]
CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [17]
CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [16]
Berita ini 0 kali dibaca

Rekomendasi untuk Anda

Rabu, 11 Oktober 2023 - 17:46 WITA

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”

Kamis, 17 Agustus 2023 - 11:51 WITA

Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut

Kamis, 15 September 2022 - 10:47 WITA

Candu Jawaban | CERPEN

Rabu, 14 September 2022 - 21:30 WITA

Manifestasi Rindu | Puisi

Rabu, 7 April 2021 - 22:00 WITA

CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]

Berita Terbaru