Perempuan Penyapu Halaman [8]

- Jurnalis

Minggu, 21 Maret 2021 - 07:39 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Pepih Nugraha

Lelaki itu baru terjaga ketika ia merasakan air hangat mengalir di atas perutnya.

Hamdani terjaga di tengah malam gulita, merasakan sebagian tubuh Sofiah telah berada di atas paha, sementara wajah Sofiah sudah berada tepat di sampingnya, mengembuskan napas yang tenang dalam tidurnya. Kain sidamukti yang Sofiah kenakan sudah basah semua.

“Oh, kau ngompol rupanya, Teh Sofi,” bisik Hamdani.

Perlahan Hamdani mengangkat tubuh Sofiah agar tidak menindih perutnya lagi. Sofiah masih terlelap dalam tidur. Dengus celeng terdengar dari kejauhan, pastilah sedang menggangsir ubi jalar Haji Ahyar. Kecipak binatang air terdengar dari arah sungai, berbaur dengan gemuruh air terjun menimpa batu dan kubangan.

“Bangunlah, Teh Sofi, sekalian mandi di bawah air terjun itu, sebagaimana kita pernah melakukannya dulu,” bisik Hamdani mencoba mengusik kenangan Sofiah dengan menautkan kebersamaan yang pernah mereka alami.

Sofiah memang terbangun, tetapi sama sekali tidak merasa bersalah kalau ia sudah kencing di atas perut Hamdani. Ia menurut saja ketika Hamdani menuntunnya turun ke bawah setelah melepas ikatan syal yang menyatukan kaki mereka.

Bulan yang sudah bergeser ke barat masih menyisakan sinarnya yang cemerlang, menerangi jalan setapak menuju sungai di bawah. Hamdani menuntun Sofiah menuju air terjun yang di depannya terdapat kolam berupa kubangan air bening yang biasa digunakan untuk berendam. Lumayan dalam, sedalam dada orang dewasa.

Sofiah tertawa memecah keheningan, boleh jadi senang melihat air tejun telah berada di depannya.

“Masih ingatkah tempat ini, Teh?” tanya Hamdani. Kaki mereka sudah masuk ke dasar sungai menuju kubangan dekat air terjun jatuh. Sofiah tidak bereaksi, ia terus melangkah.

“Dengar ya, Teh Sofi, aku akan memandikan dan merendammu setiap dinihari di sungai berair terjun ini,” bisik Hamdani ketika mulai membantu melepaskan baju kebaya Sofiah, juga melepaskan kain sidamukti penutup tubuhnya. “Karena ngompol, biarlah kucuci sekalian kainmu sementara Teteh berendam saja di air.”

Sunyi. Nihil jawaban.

Entah memungut keyakinan dari mana, tetapi Hamdani pernah mendengar motode merendam manusia di air yang dingin setiap tengah malam atau dinihari dapat memulihkan ingatan seseorang. Kyai tertentu di beberapa pesantren menerapkan cara ini bagi pecandu narkoba akut atau bahkan orang yang menderita sakit ingatan.

Pada malam pertama ini Hamdani menyaksikan sebentuk tubuh sempurna perempuan yang ada di depannya, tanpa sehelai benangpun menutupinya. Ada getar aneh yang menjalari perasaannya, tetapi Hamdani berusaha membunuh renjana sendiri. Biarlah yang lalu berlalu, gumamnya, sekarang bukan masa lalu yang indah itu.

“Kamu memang perempuan tercantik yang pernah kukenal, Teh,” gumam Hamdani membantu kaki Sofiah agar terus masuk ke dalam air sungai yang sangat dingin sampai Hamdani menekan pundak Sofiah agar bisa merendam kepalanya.

Arkian, tubuh Sofiah sudah tertelan kubangan tepat di bawah jatuhnya air terjun dengan ringkikkan tawanya yang memecah kesunyian tengah malam.

Sofiah menyelam sendiri.

**

Hari-hari berikutnya di dangau Hamdani lalui dengan perjuangan hidup yang semata-mata memenuhi sekadar kebutuhan dasar saja, terutama makan. Di tengah keterbatasannya yang harus selalu menunggui Sofiah agar tidak lari atau kabur, Hamdani cukup terampil mengerjakan pekerjaan apapun.

Benar-benar pekerjaan laki-laki, mulai memanjat pohon kelapa Haji Ahyar, menyadap air nira milik Aki Tarmedi, berburu madu atau “neger” ikan lele di hilir sungai yang berair tenang. “Neger” adalah memasang beberapa pancingan bermata kail dengan umpan cacing tanah dan membiarkan mata kail itu disantap lele sungai.

Selepas magrib Hamdani mulai menancapkan kail bambu di bibir sungai, meninggalkannya dan memeriksa pancingan itu usai merendam Sofiah di kubangan dekat air terjun. Kalau sedang beruntung, pada lima pancingan yang dipasang sudah tersangkut ikan lele yang sehat dan segar. Lima ekor lele bakar yang besar-besar cukup untuk makan seharian bersama Sofiah.

Dua minggu sekali Haji Ahyar memeriksa ladang ubi jalarnya yang menurut perkiraannya sudah siap panen. Namun alangkah terkejutnya ia saat mendapati Hamdani memperlihatkan celeng yang terjerat alat perangkap bambu buatan sendiri. Celeng yang masih muda itu sudah berada di balik jeruji bambu yang dianyam rapi dan kuat.

“Wah, kerja yang bagus, Hamdan,” puji Haji Ahyar sambil menepuk-nepuk pundaknya. “Bagaimana kau bisa membuat perangkap celeng dari bambu itu?”

Follow WhatsApp Channel www.kabarbenggawi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Rekomendasi untuk Anda

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”
Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut
Candu Jawaban | CERPEN
Manifestasi Rindu | Puisi
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [19]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [18]
CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [17]
Berita ini 0 kali dibaca

Rekomendasi untuk Anda

Rabu, 11 Oktober 2023 - 17:46 WITA

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”

Kamis, 17 Agustus 2023 - 11:51 WITA

Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut

Kamis, 15 September 2022 - 10:47 WITA

Candu Jawaban | CERPEN

Rabu, 14 September 2022 - 21:30 WITA

Manifestasi Rindu | Puisi

Rabu, 7 April 2021 - 22:00 WITA

CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]

Berita Terbaru

Banggai Laut

Bupati Sofyan Kaepa Resmikan Gedung SMP N 1 Banggai

Kamis, 13 Feb 2025 - 13:25 WITA

Banggai Laut

Fix Tak Lolos PPPK Tahap I Akan Jadi PPPK Paruh Waktu

Kamis, 23 Jan 2025 - 12:54 WITA