Cerpen : Ibu Belum Pulang

- Jurnalis

Selasa, 27 Oktober 2020 - 15:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : M. Sanad Adji

~ Ibu belum pulang. Ayah bilang ibu pergi lumayan jauh. Dan aku sering bertanya pada ayah, apa ibu tidak rindu padaku? Ayah bilang semua ibu selalu rindu pada anaknya. Tapi ibu tidak pernah pulang. Dan mata ayah tiba-tiba berair.

Ayah dan ibu selalu keluar dari rumah untuk waktu lama, memang enak jadi orang dewasa, bisa keluar dan pulang kapan saja yang mereka mau. Kalau aku pergi dari rumah, perjalananku akan terhenti di depan teras rumah Nimas, sementara ayah dan ibu bisa berhenti dimana saja, kata ayah. Enak ya jadi orang dewasa. Terakhir kali, sebelum pergi, ibu mengemasi pakaiannya yang banyak, jadi orang dewasa kata ayah memang harus memiliki pakaian yang banyak, karena orang dewasa akan pergi dengan waktu yang lebih panjang.

Sebelum pergi, ibu memelukku, menciumku, dan mengelus kepalaku. Aku suka dicium, dipeluk, atau dielus oleh ibu, tapi aku tidak suka jika dicium terlalu lama, itu akan membuat pipiku terasa panas. Aku juga tak suka dipeluk terlalu erat, karena akan membuat tubuhku kesakitan. Dan jika kepalaku dielus terlalu kencang, aku bakal pusing setelahnya. Aku tak suka semua sakit itu.

Setelah mencium, memeluk, dan mengelus kepalaku, ibu mencium tangan dan kening ayah. Terkadang hal itu sering juga terjadi jika ayah akan pergi jauh, ayah akan melakukan hal serupa padaku dan ibu. Ibu bilang semua rasa ciuman, pelukan, dan elusan itu akan bertahan lama, hingga ayah atau ibu kembali pulang kerumah.

Enak ya jadi orang dewasa, bisa mengerti apa itu rasa. Sebelum ibu pergi, aku bertanya pada ibu. Apakah ia akan sering menelponku? Menceritakan tentang tempat-tempat jauh yang tak pernah aku ketahui, atau sekedar mengatakan bahwa ia rindu padaku? Ibu hanya tersenyum, ia bilang akan selalu mengirimiku surat, ditempatnya berhenti nanti tak ada pesawat telepon, hanya ada surat. Aku girang, karena ibu berjanji akan mengirimiku surat, namun aku juga tiba-tiba merasa sedih karena tak akan mendengarkan suaranya untuk waktu yang lama. Tapi aku tetap senang, karena ayah berjanji akan membacakan surat dari ibu untukku.

~

Entah kenapa sekarang semua orang tiba-tiba suka datang kerumahku dan mengajakku jalan-jalan. Entah kenapa semua orang jadi begitu baik padaku. Aku bertanya pada ayah, mengapa bibi, paman, dan juga nenek sering datang kerumah kami? Ayah hanya diam, kadang ia hanya menunduk, bibirnya gemetar sebentar, lalu memelukku sambil berkata terbata. “Karena mereka sayang padamu”

Aku bertanya mengapa surat-surat ibu tak pernah lagi datang, kenapa ayah tidak begitu peduli pada surat-surat ibu, kenapa sekarang jadi sering menonton televisi, dan selalu mendengarkan berita tenggelamnya kapal yang menuju pulau Jawa, kenapa ayah sekarang jadi sering keluar rumah bersama paman, tidak pulang hingga larut malam. Ayah bilang, ibu sedang sibuk membantu orang-orang dilaut. Aku sedih karena ibu tak lagi rindu padaku. Aku ingin sekali menulis surat pada ibu, tapi aku tak tahu caranya menulis surat. Aku ingin sekali ibu membaca dan menjawab surat-suratku, sebagaimana ayah membaca dan membalas surat-surat ibu. Enak ya jadi orang dewasa, bisa menulis, bisa membaca, dan bisa membalas surat dari ibu.

Aku pergi menemui bibi, dan meminta agar ia menuliskan surat untuk ibu. Bibi hanya terdiam, tersenyum kecil dengan mata berkaca-kaca, lalu memeluk dengan erat dan menciumku. Aku benci dipeluk erat juga dicium terlalu lama. Aku juga sedih karena bibi tidak kunjung menuliskan surat untuk ibu, kata bibi ibu sedang tidak ingin diganggu. Jelas aku geram, kenapa ibu tiba-tiba tak ingin diganggu, apa ibu tidak kangen padaku? Aku pergi meninggalkan bibi dengan rasa jengkel, lalu menemui nenek yang selalu duduk termenung diatas kursi goyangnya.

Di depan nenek, aku meminta agar dituliskan sepucuk surat rindu untuk ibu. Nenek sama saja seperti bibi, hanya bisa diam, dengan mata berkaca-kaca, lalu memeluk dan menciumku dengan panas dan rasa remuk yang membekas dipipi dan tubuhku.

Akhirnya aku menemukan jalan keluarnya, seseorang yang bisa membuatkan sepucuk surat rindu untuk ibu, Mira. Mira tetangga kami, rumahnya berhadapan dengan rumah nenek, sekaligus bersebelahan dengan rumah kami. Mira dan aku sering bermain bersama, ia akan dengan senang menemaniku melakukan apa saja, mendandani boneka, memasak pasir dan tanah, kadang batu, atau sekedar menjadi guru dan murid, dan pasti ia akan mau membuatkanku surat untuk ibu.

Mira sudah sekolah, disekolah dasar dikampungku. Aku juga ingin sekolah, kata ibu tahun depan aku akan sekolah disekolah yang sama dengan Mira. Aku senang sekali, karena aku akan pergi kesekolah dan pulang kerumah bersama Mira, memakai baju, rok dan sepatu seperti yang dipakai Mira. Dan tentu waktu-waktu kami bermain akan semakin banyak, tidak seperti sekarang, sebagaimana ia sering tiada dirumahnya hingga siang hari.

Mira juga sering diajak ibu kepantai bersamaku, jika sedang libur, ibu akan meminta Mira menemaniku membangun istana pasir atau sekedar bermain air. Aku tidak tahu apa itu libur, yang aku tahu jika Mira bersamaku maka saat itu adalah libur. Saat-saat bersama Mira, ia akan bercerita tentang sekolah dan pelajaran yang baru saja diajarkan oleh guru-guru disana.

Follow WhatsApp Channel www.kabarbenggawi.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Rekomendasi untuk Anda

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”
Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut
Candu Jawaban | CERPEN
Manifestasi Rindu | Puisi
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [19]
CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [18]
CERPEN | Perempuan Penyapu Halaman [17]
Berita ini 46 kali dibaca

Rekomendasi untuk Anda

Rabu, 11 Oktober 2023 - 17:46 WITA

FTBM Banggai Laut: Membumikan Literasi di Banggai “Tano Monondok”

Kamis, 17 Agustus 2023 - 11:51 WITA

Forum Taman Bacaan Masyarakat : Hadirkan Rangkaian Kegiatan Literasi di Banggai Laut

Kamis, 15 September 2022 - 10:47 WITA

Candu Jawaban | CERPEN

Rabu, 14 September 2022 - 21:30 WITA

Manifestasi Rindu | Puisi

Rabu, 7 April 2021 - 22:00 WITA

CERPEN : Perempuan Penyapu Halaman [20]

Berita Terbaru

Banggai Laut

Tradisi Malabot Tumbe, Merawat Persaudaraan Banggai dan Batui

Rabu, 4 Des 2024 - 23:20 WITA