Oleh: Pepih Nugraha
Hamdani menunggu reaksi Tosari, lelaki yang dianggap sebagai salah satu sesepuh kampung. Ia sudah siap menerima jawaban sepahit apapun, tentu saja kemungkinan yang paling besar lamarannya ditolak mentah-mentah.
Bagaimanapun, Tosari sangat berharap kesembuhan bagi Sofiah, kemudian anaknya itu berjodoh dengan orang berada, sebagaimana cita-citanya terdahulu.
Hening berdaulat penuh saat itu, saat Hamdani menunggu jawaban Tosari.
“Begini saja, Hamdan,” akhirnya Tosari buka suara. “Kau tidak perlu melamar Si Sofiah ini, ambil saja kalau kau mau!”
“Benarkah, Pak?” Hamdani setengah tak percaya sambil mendekat Sofiah yang masih mengunyah rebus pisang nangka dalam pasungannya.
“Ambillah! Mana tahu dia sembuh dan kau bisa mengawininya,” kata Tosari.
“Saya bahkan akan menikahi Sofiah meski belum sembuh dari sakit ingatannya, Pak…”
Tosari tertegun mendengar anak muda yang berdiri di depannya. Dibimbing nalurinya, lelaki yang usianya sudah condong itu mampu menangkap kesungguhan hati dan niat Hamdani.
“Masih banyak perempuan waras di desa ini, Hamdan, kau tidak usah repot-repot mengawani perempuan gila macam Si Sofiah ini!”
“Ketika pasungan ini sudah lepas,” kata Hamdani, “saya akan segera mengurus Teh Sofi, Pak, saya akan mengobatinya sampai ia menjadi manusia kembali, sampai ia menjadi perempuan yang berharga kembali.”
Tosari terdiam.
“Untuk mengurusnya, saya perlu hidup bersamanya,” Hamdani melanjutkan, “dan untuk bisa hidup bersamanya, saya harus menikahinya.”
“Jadi kau tidak akan menunggu kesembuhannya kemudian menikahinya?”
“Tidak, Pak, saya akan menikahinya tanpa harus menunggu kesembuhannya!”
Keesokan harinya, dengan sangat hati-hati Hamdani menggergaji balok kayu yang menerungku dua kaki Sofiah, disaksikan sejumlah tetangga dan orang-orang yang ingin mengetahui peristiwa penting di kampung itu.
Wajah Sofiah tetap polos, nyaris tanpa ekspresi. Tidak menunjukkan rasa takut atau senang. Di hadapan orang-orang yang menyaksikannya ia bersenandung…
“diriku musafir lalu, lama hatiku beku
‘kan kusebar berita ini, aku cinta padamu…”
Orang-orang sontak tertawa karena terbiasa mendengar dangdut koplo, tidak mengenal lagu aneh yang disenandungkan Sofiah.
“Aku akan mengupayakan kesembuhanmu, Teh Sofi,” gumam Hamdani di telinga Sofiah saat ia berhasil membuka balok kayu pasungan. “Percayalah padaku!”
Halaman : 1 2 Selanjutnya