Opini

Tata Krama Masyarakat Suku Banggai mengenal istilah “Tabe”

Oleh Rahmad Dj. Lasibani

Masyarakat suku Banggai masih terus menjaga rasa kearifan lokal sebagai bentuk mempertahankan tradisi dan budaya yang masih kental di masyarakat. Salah satu istilah yang sering digunakan adalah kata “tabe”. Istilah Tabe secara bahasa diartikan sebagai bentuk tatanan bahasa halus yang berarti “permisi.”

Masyarakat suku Banggai, kebanyakan di daerah-daerah pedesaan selalu menggunakan bahasa ini sebagai bentuk representasi menghormati masyarakat lain atau orang yang lebih tua. Tapi secara perbuatan yaitu mengucapkan kata-kata “tabe” ketika seseorang melintas di depan orang lain.

Hal ini menunjukkan tata krama masih di junjung tinggi, tak perduli apakah orang yang dilewati masih muda atau sudah tua. Karena kata “tabe” itu sendiri mengandung kata-kata yang universal disemua kalangan maayarakat Banggai.

Masyarakat suku Banggai yang nota bene masih memegang aturan-aturan maupun dogma-dogma leluhur yang bersumber dari kearifan budaya dan bersumber dari ajaran islam,selalu menekankan perbuatan melakukan kata-kata “tabe”, seyogyanya selalu dibudayakan sejak dini secara turun-temurun.

Perbuatan ini mengandung salah unsur penghormatan kepada orang lain sehingga jika tidak mengucapkan kata “tabe”, dapat dipastikan akan diklaim oleh masyarakat sebagai tindakan yang kurang sopan dan menyalahi aturan yang sudah dijalankan oleh masyarakat suku Banggai sejak dulu kala.

Pengucapan kata ” tabe” sudah merupakan kebiasaan masyarakat suku Banggai secara baik di perkotaan lebih-lebih di perdesaan. Kegiatan ini selalu menggunakan tangan kanan yang dilajurkan sambil kadang-kadang membungkukkan badan untuk sekedar lewat di depan orang sambil mengucapkan kata-kata ” tabe nggu aloi” yang berarti “permisi numpang lewat” misalnya. *

 

*) Opini Kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Kabar Benggawi

Like
Like Love Haha Wow Sad Angry